Mangrove Replant 2009 berbeda!!


Berbeda dengan Mangrove Replant (MR) sebelumnya, MR kali ini mempunyai konsep yang lain dari biasanya. Jika tahun-tahun sebelumnya MR dikondisikan sebagai penyuluhan, maka kali ini adalah pelatihan. Dengan jumlah peserta yang terbatas diharapkan ilmu yang disampaikan para trainer akan lebih mudah untuk diserap. Peserta MR kali ini lebih beragam, terdiri dari instansi pemerintahan Dinas Kelautan & Perikanan provinsi Kalimantan Timur dan Manokwari, Papua. Selain itu ada juga mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia, antara lain : Universitas Padjajaran (UNPAD), Universitas Bina Nusantara (UBINUS), Universitas Jendral Soedirman (UNSOED), Universitas Diponegoro (UNDIP), Universitas Negeri Semarang (UNNES), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Negeri Malang (UNM), dan Universitas Muhammadiyah Mataram (UMM) juga SMA Semesta Semarang.

Mengusung konsep yang berbeda sebanding dengan dana yang harus dikeluarkan untuk mengikuti acara ini. Harga untuk pelajar sebesar Rp. 150.000, untuk mahasiswa sebesar Rp. 170.000, dan umum sebesar Rp. 200.000. Harga ini terbilang cukup mahal dibanding MR tahun-tahun sebelumnya. Namun harga yang harus dibayar ini sebanding dengan apa yang peserta dapatkan. Pelayanan yang diberikan panitia cukup memuaskan peserta, baik dari segi materi acara yang berisi dan variatif, konsumsi, dan ketepatan jadwal acara.

Materi acara yang paling menarik adalah saat pelatihan pembuatan bahan makanan berbahan dasar buah mangrove. Acara ini selain dihadiri oleh peserta dan panitia, juga dihadiri oleh ibu-ibu PKK yang bertempat tinggal di sekitar desa Teluk Awur. Dengan trainer ibu Lulut dari PKK Rungkut, Surabaya dan dua dosen teknologi pangan Universitas 17 Agustus (UNTAG) Semarang, acara menjadi semakin menarik. Peserta yang masih awam dengan makanan berbahan dasar buah mangrove nampak antusias ketika trainer memberikan sample sirup, jenang bogem, bolu, kerupuk, dan cake untuk dicoba. Tak hanya bahan makanan, ibu Lulut juga mempraktekkan pembuatan sabun cair berbahan dasar Sonneratia Alba, selain itu juga beliau menghimbau kepada para ibu-ibu rumah tangga yang hadir untuk dapat berkarya dengan mendayagunakan bahan-bahan alam yang ada disekitar lingkungan karena dapat meningkatkan taraf ekonomi keluarga.

Kepedulian dan kekritisan para peserta terhadap lingkungan terlihat saat sesi Mangrove Training. Acara yang diisi oleh tiga trainer KeSEMaT ini walaupun berlangsung hingga tengah malam, namun peserta yang dibagi menjadi tiga blok, barat, timur, dan tengah ini masih sanggup memaparkan permasalahan kondisi lingkungan yang ada didaerah masing-masing.

Keesokan hari, peserta bersama panitia menuju bedeng persemaian untuk mengambil bibit-bibit mangrove yang telah ditanam saat Mangrove Cultivation (MC) Maret 2009 lalu. Bibit ini digunakan untuk menyulam tanaman mangrove yang mati di lokasi penanaman sebelah selatan asrama. Jika tahun-tahun sebelumnya desa Teluk Awur menjadi lokasi utama kegiatan maka tidak untuk MR tahun ini. Desa Tanggul Tlare yang berjarak 20 menit dari desa Teluk Awur menjadi tempat terakhir kegiatan MR. Peserta beserta panitia bersama-sama menanami area bekas tambak yang sudah tidak produktif. Masing-masing peserta dibekali lima bibit dan ajir (batang bambu untuk penyangga bibit). Siang yang terik tidak menghalangi gerak para peserta dan meski harus berkubang lumpur setinggi dada orang dewasa, antusias peserta tidaklah berkurang.

Salam Mangrover!!

*Nida Fauzia Supriatna ( Peserta MR 2008, MangRes 2008, MC 2009, dan MR 2009)

Shalat Yang Menyelamatkan


Ada satu cerita dari korban selamat bom Ritz Carlton - JW.Marriot kemarin di harian JawaPos pagi ini. Yang selamat adalah sekuriti dari Hotel JW.Marriot, ini kali kedua dia selamat dari ledakan bom, setelah yang pertama pada tahun 2003 lalu di hotel yang sama. Dia selamat karena pada saat ledakan sedang melaksanakan shalat dhuha (Subhanallah!). Rupanya sebelum kejadian, seorang kawannya menyarankannya untuk menunaikan shalat sunnah yang terberkahi tersebut. Dan atas kehendak Allah pula, dia terselamatkan. Yang kedua, bukan soal bom lagi.

Sekitar satu tahun yang lalu, ada kebakaran di suatu daerah di Semarang. Daerah ini merupakan kawasan padat penduduk yang rumahnya saling berdempetan. Seperti yang Allah firmankan dalam Al-Quran, bahwa bencana akan datang saat sepertiga malam atau menjelang subuh, kebakaran itu pun terjadi pada saat sepertiga malam. Dimana jam tersebut adalah saat orang sedang tertidur lelap.
Namun tidak halnya bagi seorang kakek. Saat orang lain tertidur dia sedang asyik bertafakur, bersujud, menikmati waktu akhir malam dengan menunaikan shalat tahajud. Dalam shalatnya Ia berdoa agar dihindarkan dari marabahaya, shalatnya terusik saat didengarnya ada suara gaduh diluar rumah dan hawa terasa panas. Saat pintu rumah dibuka, dilihatnya orang-orang ramai memadamkan api. Ternyata terjadi kebakaran. Namun apa yang mengherankan? Rumah disebelah kanan-kiri si kakek sudah hangus terbakar, sedangkan rumahnya masih tegak berdiri, api tak menjilatnya sama sekali. (Subhanallah!Allahu Akbar!)

Saat seorang kawan berpulang ke Rahmatullah pada 17 Mei lalu, saya merenungkannya. Betapa tidak? Kematiannya membawa pesan bagi siapapun yang mau mengambil ibrah darinya. Dia meninggal pukul 10.00 pagi, saya mempertanyakan, Apakah almarhum sempat shalat sunnah dhuha sebelumnya? Apakah almarhum sempat membaca doa sebelum meninggalkan rumah dan saat berkendara?

Betapa tidak?

Jika saja mau menyempatkan diri disela waktu kita yang sempit untuk menunaikan 2 rakaat shalat dhuha dipagi hari sebelum beraktifitas, semoga Allah berkenan menjaga kita hingga sore hari.

Betapa tidak?

Jika saja mau membaca doa sebelum bepergian, semoga Allah meridhai langkah-langkah dan memberikan keselamatan bagi kita.

Wallahu alam.