Marley and Me


Dari sekian buku yang saya punya, buku ini adalah salah satu yang paling berkesan. Saya suka setiap buku yang ber-kaver hewan.

Pertama kali saya liat di Gramedia, saya langsung jatuh cinta! Harus beli! Tapi nabung dulu karena uang yang saya bawa waktu itu belum mencukupi. Beberapa bulan kemudian saya balik lagi ke toko buku itu. Yaaaah..bukunya udah ngga ada. Sedih!

Sampe akhirnya saya liat buku ini lagi di toko buku yang sama dan kebetulan saya bawa uang lebih sedikit. Buku inipun berpindah tangan. Alhamdulillah..

Marley and Me. Judul sebuah buku yang kemudian difilmkan dan diangkat dari kisah nyata penulisnya. John dan Jennifer Grogan, sepasang suami-istri yang mengadopsi anjing kecil yang super aktif hingga sering merusak perabot rumah. Menjelang tuanya, Marley, sang anjing harus dieuthanasia (suntik mati) oleh pemiliknya karena tidak tega dengan keadaan Marley yang kepayahan.

Nangis baca buku ini.
Sampe pengen punya anjing. Karena ngga punya anjing, saya jadi semakin sayang sama kucing-kucing dirumah. Buku ini ngajarin kita supaya menghargai hewan. Bukan hanya sebagai hewan, tapi juga sebagai sahabat dan saudara.

Plastik atau Kaleng

Satu pak minuman bersoda isi enam yang terbuat dari kaleng alumunium mampu menampung cairan yang hampir sama jumlahnya (2,3 liter) dengan sebuah botol minuman bersoda ukuran dua liter. Namun, dalam hubungan terhadap lingkungan, dampak yang dihasilkan keduanya tak sama. Yang manakah yang harus dipilih?


Botol Plastik
  1. Bahan dasar : plastik polietilena tereftalat (PET) #1, dibentuk dari dari minyak tanah dan gas alam.
  2. Energi yang terpakai dalam proses pembuatan : setara dengan jumlah energi yang digunakan untuk menyalakan bohlam 50 watt selama 16 jam.
  3. Kesehatan : PET #1 adalah salah satu jenis plastik yang paling aman, namun penelitian membuktikan bahwa antimoni logam berat (mengakibatkan diare) bisa menembus plastik dan mencemari cairan didalamnya selama lebih dari enam bulan.
  4. Pembuangan : Menurut Institut Container Recycling Institute (CRI), hanya 23% botol plastik yang terdaur ulang. Plastik juga hanya dapa didaur ulang beberapa kali saja.
  5. Dampak umum terhadap lingkungan : Selain terbuat dari sumber daya alam tak terbarukan, botol plastik seringkali terbuang ke sungai, aliran air, dan lautan, membahayakan ikan, burung, dan makhluk hidup lain. Proses pembuatan plastik adalah salah satu sumber polusi industri paling besar, menghasilkan sulfur oksida dan nitro oksida, memicu terjadinya hujan asam dan pemanasan global.


Kaleng Alumunium
  1. Bahan dasar : Secara kasar, 60% kaleng soda terbuat dari alumunium yang baru (bijih besi bauksit yang ditambangkan), sedangkan 40% sisanya terbuat dari alumunium daur ulang.
  2. Energi yang terpakai dalam proses pembuatannya : Setara dengan jumlah energi yang digunakan untuk menyalakan sebuah bohlam 50 watt selama 42 jam.
  3. Kesehatan : Walaupun kadar yang terkandung dalam minuman bersoda jarang terdeteksi, kaleng alumunium memiliki lapisan inferior yang mengandung senyawa kimia bisfenol A yang dapat mengganggu hormon.
  4. Pembuangan : Alumunium dengan mudah dan tak terbatas dapat selalu didaur ulang, dan lebih sering dilakukan dibandingkan plastik. Menurut CRI, tingkat pendaur ulangannya di AS mencapai hingga 52%.
  5. Dampak umum terhadap lingkungan : Penambangan bauksit dapat menimbulkan kerusakan yang amat parah, membinasakan pemandangan, mencemari air, dan produksi alumunium mentah menghabiskan energi yang paling banyak dibandingkan pembuatan logam jenis lainnya. Lebih dari setengah energi yang digunakan berasal dari pembangkit listrik tenaga air, yang dihasilkan dari pembendungan sungai dan aliran air yang mengganggu habitat perairan. Sumber energi terbesar berikutnya berasal dari pembangkit tenaga batu bara yang merupakan salah satu penyumbang terbesar terhadap muculnya pemanasan global.
Sumber : National Geographic Indonesia edisi Green Living

Enterpreneur, Bukan Sekedar Mata Pencaharian

Dalam rangka memperingati Dies Natalis Universitas Diponegoro ke 52, Fakultas Psikologi UNDIP mengadakan seminar dan workshop kewirausahaan ”How Dare You To Be Out Of The Box” pada Sabtu (3/10) lalu.

Acara yang digelar di ruang 108 gedung Prof.Soedarto, Tembalang ini diisi oleh Anne Avantie (fashion designer asal Semarang), dr.Daniel Nugroho Setiabudhi (CEO Bandeng Juwana), drg.Grace.W.Susanto (CEO Klub Merby), Kristian Hardianto (Pengusaha Perbankan), dan sebagai moderator workshop, Dyah Pitaloka (Pakar Komunikasi Strategis FISIP UNDIP).

Mulai berpikir beda atau out of the box. Sisi itulah yang ingin ditonjolkan pada seminar dan workshop kali ini. Dekan Fakultas Psikologi, Drs.Karyono, Msi mengatakan, ”Pembicara kita adalah orang-orang yang keluar dari jalurnya, seperti dokter kok jualan bandeng? Kan aneh? Maka jadilah lebih kreatif, lebih positif”.

Berbicara mengenai enterpreneurship, siapapun bisa belajar. Enterpreneur bukan sekedar mata pencaharian, namun juga pengembangan sikap. Banyak mahasiswa kini melirik untuk berwirausaha, selain untuk mendapat penghasilan tambahan, juga sebagai pembelajaran mental agar siap menghadapi masa setelah lulus nantinya.

Dyah Pitaloka mengatakan, salah kaprah yang banyak terjadi dikalangan mahasiswa saat berwirausaha adalah bagaimana supaya barang atau jasa mereka cepat laku.

Berwirausaha juga tidak harus bermodal besar, ”Niat dan jangan pernah anggap remeh bisnis kita meskipun skalanya masih kecil. Buat everything is perfect,” tambah dosen jurusan Ilmu Komunikasi ini.

Jangan Sekali-kali Berpisah Dengan Semangat

Anne Avantie yang lekat dengan konde dan bunga kamboja ini salah satunya. Kendati hanya lulusan SMA, namun itu tidak membuatnya patah arang untuk mengembangkan talenta yang dia miliki. Berkali-kali gagal membuatnya sempat menggugat Tuhan hingga pada tahun 1997 namanya mulai dikenal masyarakat sebagai perancang busana sampai saat ini.

”Buat saya tidak ada kalimat kesempatan itu tidak datang dua kali, yang benar adalah semua kesempatan itu emas, dengan kesempatan-kesempatan emas saya itulah saya mampu menumpas belukar kesulitan,” tutur ibu tiga orang anak ini.

Lainnya, dr. Daniel Nugroho Setiabudhi sebagai pelopor bandeng presto yang kini menjadi salah satu ikon kuliner Semarang. Perang batin antara menjadi dokter dan panggilan hati membuatnya sering rela tidak dibayar pasien. Berjualan bandeng duri lunak pada 1981 menjadi usaha sampingan keluarga, hingga saat ini berkembang menjadi Bandeng Juwana Group.

drg. Grace.W.Susanto memilih usaha mengawali jasa penitipan anak hingga klub menggambar dari sepetak lorong di toko buku ”Merbabu” milik kakeknya. Sedangkan Kristian Hardianto mengawali kariernya sebagai office boy dan salesman, hingga kini mampu membangun belasan perusahaan dibidang perbankan.

Dimuat di www.fisip.undip.ac.id