Kopdar BERmutu #2 : Menulis di Media Massa



Kata Seno Gumira Ajidarma, menulis adalah cara untuk berbicara, berkata, menyapa, dan menyentuh orang lain, entah dimana. Bahwa setiap orang mampu menulis, iya. Memang betul, tapi mempunyai kemauan untuk menulis, itu yang sulit.

Tema Kopdar BERmutu (KOBER) kedua, Sabtu (24/4) kemarin adalah Tips Menulis di Media Massa. Awalnya, acara ini dijadwalkan ada 3 sesi untuk 3 pembicara yang berbeda. Berhubung 2 orang berhalangan jadi cuma menyisakan Om Sukawi yang jadi pemateri tunggal. Om Sukawi adalah salah satu sesepuh Loenpianers juga dosen Teknik Arsitektur UNDIP yang kebetulan tulisannya sering sekali dimuat di media cetak lokal maupun nasional. (kemarin juga dibawain arsip tulisannya. Tebel banget!! --”)

Kenapa mengangkat tema menulis? Tanpa disadari, blogger seperti kita juga termasuk penulis. Blogger menuliskan apa saja untuk kemudian diposting ke blog masing-masing. Tapi kebanyakan tulisan yang dibuat masih terbatas untuk konsumsi umum.

Om Sukawi menuturkan, awal dirinya menulis ke media pada tahun 2005, diakuinya motivasi menulis waktu itu hanya untuk menambah penghasilan. Pertama kali menulis dirasakannya sangat sulit. Tapi karena HARUS dan sedikit dipaksakan, tulisan itu pun jadi juga. Dan butuh waktu 5 kali bagi beliau agar tulisannya bisa dimuat di media cetak. Kuncinya adalah tidak takut gagal, menulis sesuai spesifikasi, kemauan yang keras, dan menulis dengan hati.

Lantas, apa kiat menembus media lainnya?

1. Konsisten dan fokus. (Menulis sesuai passion atau spesialisasi kita, misal kita menaruh minat dengan lingkungan, maka lebih baik tulisan kita membahas tentang kerusakan lingkungan, dsb saja).
2. Konsisten mengirimkan satu tema ke satu media. (Untuk hindari pemuatan ganda).
3. Tema aktual (Menyangkut kepentingan publik yang sedang in).
4. Judul eye-catching.
5. Membaca gaya bahasa, aturan yang dipakai oleh media cetak, dsb.
6. Rajin berlatih. (Untuk memperbanyak jam terbang).
7. Perbanyak perbendaharaan kosakata.
8. Pengarsipan yang baik. (Tulisan yang sudah pernah atau gagal dimuat, jangan langsung dibuang. Arsip dengan baik. Karena bisa bermanfaat dikemudian hari).

Dimaksudkan, agar setelah ini. Loenpianers pun jadi lebih termotivasi aktif menulis di media. Agar pemikiran yang dimiliki mampu dituangkan dalam tulisan dan bermanfaat bagi khalayak umum.

Special Thanks to : Pak DP dan keluarga, Om Sukawi, rekan-rekan Loenpianers yang hadir langsung juga via Skype (Mas Ullie – Jakarta, juga Mbak Titut dan Gita - Australia)

ps : dimuat juga di www.loenpia.net

Dominasi Korupsi

Tidak pantas jika masih ada orang Indonesia yang kurang gizi, bahkan mati kelaparan di Tanah Airnya sendiri. Ditengah para penjahat berdasi yang sedang sibuk memperkaya dirinya, sikut kanan-kiri, tidak peduli kalau harus berdiri diatas keringat orang lain, yang mungkin harus rela menyisihkan pendapatannya hanya demi mematuhi aturan, hukum, kewajiban, atau apapun itu.

Sumpah!! Eneg banget lihat berita di TV yang isinya orang-orang korupsi.

Buat Apa Punya Sahabat?


Kita tidak akan pernah tahu hingga kapan akan bersahabat.
Saya tidak berpikir macam-macam saat memulai hari pertama memiliki sahabat macam kamu.
Saya merasa senang, karena tak perlu lagi pergi seorang diri jika hendak mengunjungi pameran lukisan, sekedar duduk menghirup kopi di coffeeshop, mencari baju dalam khas wanita, atau melakukan perawatan diri di salon..
Sungguh, saya tak pernah punya sahabat sedekat ini sebelumnya.
Dan, kamulah sahabat pertama saya.

Saya bukan tipikal orang yang mudah bersahabat, entahlah.. :-)

Saya punya beberapa sahabat wanita,
1. Lia, sahabat pertama semenjak kepindahan saya di Semarang
2. Sukma, sahabat SD hingga SMA, 9tahun bertetangga
3. Yuke, sahabat SMA hingga kuliah. Kenal dekat dengan Ayah-Ibunya. Tak sungkan berbagi apa saja
4. Fida, sahabat “kembar” sejak kuliah. Best friend ever!
..masih ada beberapa lagi, saya sayang sekali dengan mereka. :-)

Banyak cara untuk mempertahankan kualitas persahabatan itu. Mulai sms, telepon, email, facebook, twitter, semua bisa dipakai. Berbagi cerita apa saja dan menjadi diri sendiri dalam setiap percakapan yang ada.

Saya hanya takut alpa menjalin silaturahim dengan mereka, entah karena terlalu sibuk atau alasan yang lain. Saya takut jika hanya menghubungi mereka disaat saya membutuhkan mereka.

..semoga tidak

ps : rasa-rasanya, saya harus segera menegaskan pada dia. Saya bukanlah tempat sampah yang bisa dibuka tutup seenaknya.

Bahagia Dengan Berbagi

foto : 2 diantara 3 yang tampil di KickAndy, 16 April 2010

Sungguh, mereka ini orang-orang banyak duit. Jika mereka mau, bisa saja berkeliling dunia, menikmati kemewahan, makan makanan yang enak dan mahal. Tapi, mereka lebih memilih jalan yang lain. Terlihat sulit dan keras, tapi mengapa mereka bilang mereka bahagia, sangat bahagia?

Saya ikutan nangis didepan TV. Sedih sekaligus miris. Hari modern seperti ini masih banyak yang kelaparan, tidak bisa sekolah. Seperti induk ayam mati dilumbung padi. Itulah kata yang tepat menggambarkan situasi pelik macam ini.

KickAndy episode Mereka Yang Terpanggil, Jumat 16 April 2010 itu The Best Episode of This RealityShow I Ever Saw. Ini seperti mengingatkan saya, bukan duniawi yang saya cari. Tapi lebih ke hati. Supaya hidup ini rasanya tenang karena bisa berbagi dengan orang lain. Apa yang kita punya itu sebenarnya kan bukan 100% murni milik kita. :-)

Rasanya saya kepengin teriak : Allah, terimakasih sudah membuka jalan saya kesana. Mempertemukan saya dengan Eyang dan adik-adik panti asuhan puteri itu. Lega sekali rasanya.. :-)

Diskusi CJ di Horison


Haduh, saya minta maaf ya? Tulisan ini baru turun seminggu setelah acaranya lewat. Selasa (6/4) kemarin, bertempat di Papandayan Room, Hotel Horison Semarang, dewan pers Jakarta mengadakan acara ”Diskusi Jurnalisme Warga”. Temen-temen dari loenpia kebetulan dapat jatah tempat buat ikut diskusi. Selain kami, juga ada pihak kepolisian, kejaksaan, juga rekan-rekan media cetak dan elektronik.


Tidak banyak yang dibahas. Hanya seputaran peran etika pers bila diaplikasikan dalam bentuk Jurnalisme Warga atau Citizen Journalism. Berdasarkan definisi Wikipedia, Jurnalisme warga adalah tindakan non-profesional yang memainkan peran aktif dalam proses pengumpulan, pelaporan, penelitian, dan penyebaran berita juga informasi. Tujuannya adalah menyajikan berita yang bebas, dapat dipercaya, akurat, meliputi banyak hal dan informasi yang terkait dengan kebutuhan warga.


Di Indonesia, jurnalisme warga mulai dikembangkan oleh Radio Suara Surabaya kemudian diikuti oleh radio Elshinta. Jurnalisme warga pada masa kini, dibutuhkan kehadirannya untuk mempertegas perubahan ke arah kekuatan rakyat secara kolektif untuk menentukan kebenaran terhadap informasi yang disebarluaskan. Informasi diharapkan tidak lagi didominasi oleh kalangan elite, yang pemberitaannya selama ini kurang cover both side (berimbang). Jurnalisme warga memunculkan keberagaman informasi dan informasi apa yang diinginkan oleh warga kebanyakan.


Bahkan, jurnalisme warga sanggup menimbulkan gerakan masyarakat yang cukup luar biasa, seperti pengumpulan koin untuk prita (kasus Prita Mulyasari dengan RS OMNI), kasus cicak versus buaya, koin cinta untuk Bliqis, dan sebagainya.

Untuk aplikasi ”jurnalisme warga” pada kalangan blogger mungkin sudah memenuhi standar etika pers. Etika pers yang dimaksud disini tidaklah sebaku seperti etika pers untuk kalangan jurnalis pro. Untuk melahirkan jurnalisme warga yang sesungguhnya dibutuhkan pembelajaran, contohnya :


1. Memperdalam prinsip 5W+1H (what, when, where, why, who dan how)

2. Tidak plagiat.

3. Cek data dan fakta berita yang akan ditulis atau dipublikasikan.

4. Jangan gunakan sumber anonim.

5. Utarakan rahasia secara selektif.

6. Hindari konflik kepentingan.

7. Dilarang melakukan pelecehan.

8. Hati-hati dengan pendapat narasumber.


Terkait dengan makin familiarnya jurnalisme warga dikalangan masyarakat, sudah seharusnya sosialisasi pemahaman tentang hal ini disebarluaskan. Masih banyak masyarakat umum yang minim pengetahuan tentang jurnalisme warga. Alih-alih pengin berkeluh kesah lewat dunia maya atau media massa, malah masuk bui jadinya. Nah, jika hanya mengandalkan dewan pers atau menunggu pemerintah yang bergerak sepertinya sih bakalan susah.. Mungkin, kita yang tergabung dalam komunitas blogger bisa memulainya duluan?


Yang hadir : oCHa, Jojo, mas Ariw, pak DP, mbak Okky, mas munif, mas cordiaz, nidafs, mas Afiq, mas Jiban, pak Kawi.. (ada lagi tapi aku lupa.. hiks)


ps : ini dimuat juga di www.loenpia.net

Tidak Perlu Takut : Menulis

NOTA: Menulis itu keterampilan, bisa dimahirkan. Menulis itu gairah, harus dipertahankan. Menulis juga bakat, wajib dipertanggungjawabkan. (haspahani by twitter)

Karenanya saya mulai menelusuri jalan merah kesana. Semenjak saya tahu, saya suka ini dan memilihnya sebagai satu cara menyehatkan jiwa, saya mulai mencari cara bagaimana supaya saya bisa menulis paling tidak sehari sekali. Buku diary dan blog, adalah jawabannya.

Kadang, saya juga terheran. Selalu saja ada jalan supaya bisa terus menulis. Bu MC, guru bahasa Indonesia semasa SMP pernah bilang : "Kamu terus aja nulis. Tulis apapun yang kamu rasakan juga pikirkan. Kamu akan tahu apa yang kamu tulis beberapa waktu kedepan. Jangan takut salah, salah bisa diedit belakangan."

Ampun!!!!

Oh.ampun. Saya tidak suka setengah mati setelah "dibantai" salah satu Ibu lewat diskusi kecil. Tadinya diskusi itu ringan tapi lama-lama dia koq menekan saya supaya melakukan hal-hal yang saya nggak suka. Rasanya pengen kabur aja, tapi itu juga nggak sopan.

Rasanya pengin bilang : Bu. Ini bukan urusan Ibu ya?!! Ibu bukan Ibu saya dan saya punya jalan sendiri.

Jangan Kambinghitamkan Masyarakat


Ada yang saya setujui dalam artikel singkat yang ditulis oleh Andreas Lako dalam rubrik Gambang Semarang. Harian JawaPos (12/4) tentang kandidat pilwalkot Semarang 2010 yang tidak paham akar masalah.

Seperti apa akar masalah yang tidak mereka pahami itu? Begini petikan artikel tersebut : "..Para kandidat juga punya kesamaan visi bahwa Kota Semarang harus bangkit dari keterpurukan , bebas dari rob, punya pesona dan jadi kota metropolitan yang bermartabat. Para kandidat berjanji akan mengembalikan kejayaan Kota Semarang jika nantinya memimpin Kota Atlas. Namun yang membuat saya menggelengkan kepala adalah pernyataan para kandidat tentang pemicu terjadinya sejumlah problema kronis Kota Semarang. Dalam isu banjir dan rob, hampir semua kandidat menuding penyebabnya perilaku masyarakat yang tidak ramah lingkungan. "

--------------------------------------
Hmm..saya amat nggak setuju kalau masyarakatlah yang dikambinghitamkan dalam isu banjir dan rob di kota ini. Apa pasal saya bisa bicara nggak setuju? Karena sedikit banyak saya membaca, melihat, dan terjun langsung melihat apa yang terjadi dilapangan. Dalam salah satu berita di harian Suara Merdeka (saya lupa kapan tepatnya..). Kala itu terjadi banjir bandang di Kecamatan Tugu, Semarang. Banjir itupun membuat hancur harapan warga akan panen tambak mereka, karena tambak mereka harus ludes diterjang banjir. Mengapa daerah itu bisa banjir?

  1. Ada pabrik yang didirikan di daerah tersebut, sehingga salah satu aliran sungai harus dibelokkan dan akibatnya wargalah yang terkena imbasnya.
  2. Hutan bakau didaerah tersebut sudah habis, karena dibuat areal tambak dan kini tambak sudah tidak produktif, sehingga tidak ada lagi penahan gelombang air laut. Di daerah Genuk, Semarang bisa dilihat tidak lagi ada hutan bakau yang utuh sempurna. Tanahnya makin hari makin terkikis. Saat 2008 kami menanam bibit bakau kesana, harus rela gatal-gatal karena limbah pabrik menyebabkan air laut berbercak merah. Di beberapa kawasan di Semarang Utara, lahan bakau ditebang untuk dijadikan tambak, pabrik, atau bangunan rumah makan.
  3. Di Semarang, tidak banyak lahan hijau/lahan resapan yang tersisa. Di daerah Semarang Atas saja bisa kita lihat mulai padat dengan pemukiman penduduk. Kemana air hujan harus mengalir jika tanah resapan saja tidak ada?
Bukan murni kesalahan masyarakat Semarang. Tapi juga kebijakan pemerintah yang selama ini belum pro ramah lingkungan. Bagaimana kelanjutannya, kita lihat saja setelah 18 April 2010 ini. Apakah banjir dan rob Semarang bisa segera teratasi atau tidak.

sumber foto : semarangaja.blogspot.com

Supaya Hati Ini Nggak Membatu

Banyak cara yang kita lakuin buat mengekspresikan perasaan atau kekesalan. Tepatnya kapan, saya nggak terlalu ingat. Tapi kalau saya flashback, sepertinya mulai SD saya terbiasa menulis dan membaca.

Terbiasa membaca karena semasa saya SD, ayah berlangganan majalah Bobo dan tabloid Fantasi. Menjelang SMP sampai sekarang, ayah berlangganan harian JawaPos. Kadang, jika saya merayakan hari lahir, ayah memberikan kado berupa paket buku dongeng anak-anak atau buku kisah nabi. Sampai sekarang, saya masih suka membaca. Dan itu semua berkat dukungan ayah yang sudah menjejalkan saya dengan bacaan sejak kecil.

Terbiasa menulis karena sering melihat lomba-lomba menulis di majalah Bobo. Menulis tapi nggak pernah berani mengirimkannya, akhirnya tulisan-tulisan itu saya simpan saja. Juga karena pola komunikasi saya dengan orangtua yang tidak baik. Saya tidak dibiasakan saling curhat dengan orangtua, sehingga hingga dewasa pun, saya lebih suka curhat dengan menuliskan apa yang pengin saya ceritakan.

Masih Boleh Bermimpi

Dalam bilangan jam, hidup saya terasa lebih berwarna dan tidak melulu biru. Mimpi yang perlahan harus dikuburkan, saya gali lagi setelah bertemu dengan seseorang yang mempunyai gairah hidup serupa.

Mimpi yang saya rangkum semenjak dibangku sekolah dasar itu terus berkembang hingga duduk dibangku kuliah. Namun, seiring kesibukan yang bertambah, mimpi itupun saya pinggirkan sejenak. Kadang harus rela timbul tenggelam juga. Tapi saya yakin, lipatan otak ini masih merekam jelas impian masa kanak-kanak dahulu.

Sayangnya, impian ini tidak banyak mendapat simpati pun dukungan. Seiring dengan bertambahnya hari, intensitas kemunculan impian itu mulai berkurang. Banyak yang bilang saya ini aneh, ora umum. Tapi toh juga banyak kawan yang bilang suka dengan kemampuan saya, kagum dengan hasil karya yang saya bikin. Memang belum sebagus yang dijual di toko, tapi pasti suatu hari nanti saya juga bisa bikin yang sama bagusnya, sekaligus membawa impian saya ke tingkat yang lebih mapan lagi.

Kadang bosan dengan hidup yang harus selalu teratur ritmenya. Jadi, orang yang belok sedikit pasti dibilang aneh juga pembangkang. Wah! Saya emang belok, sedikit pembangkang, tapi ya jalan ini yang saya mau. Saya hanya mau melakukan apa yang saya suka. Itu saja.

Seperti kata Tante Nurul, sahabat mamah, ”Tante emang nggak punya banyak uang, tapi tante punya banyak waktu untuk dibagi sama orang lain..” Hikss.. kata itu yang bikin tunas-tunas impian itu tumbuh lagi. Sedari awal lulus kuliah, saya tidak berminat untuk bekerja kantoran, ikut jobfair atau berkeras dengan satu jenis pekerjaan. Saya punya bidang lain yang ingin saya tekuni dengan hati, bukan atas tekanan pihak lain. Tapi hanya segelintir saja yang percaya dengan impian saya. Yang lain hanya mencibir atau memojokkan. Tapi sore tadi, NONE CAN STOP MY STEP.. (^_^) I found my delighting ways.

Impian saya tidak banyak :
1. Berbagi dengan orang lain, materi atau sekedar kehadiran fisik. Membagi dengan hati, itu lebih dari cukup.
2. Punya penghasilan sendiri dari hobi yang saya suka.
3. Setelah menikah, bisa memantau keluarga lebih dekat dan mengurus dengan cermat kebutuhan suami dan anak-anak.
4. Kalau punya rezeki lebih, pengin punya penampungan kucing jalanan atau anak-anak kucing yang dibuang dipasar.

Sesorean ini, saya merasa lebih bugar. Karena saya sudah menemukan lagi impian masa kanak-kanak yang terpinggirkan. Alhamdulillah (^_^).