Konfirm #1.

Sekali-kalinya, saya tidak menganggap menikah dengannya adalah belenggu. Belenggu yang menahan langkah saya untuk menikmati kebebasan tanpa beban. Menikah dengannya, bagi saya, adalah suatu takdir yang bermuara pada keberuntungan dan diakhiri dengan ucapan penuh syukur.

Tak jadi masalah bila saya tidak sempat membaui aroma pantai, terombang-ambing selama 6 jam diatas kapal laut, atau menikmati kota yang saya impikan. Mungkin, saya tidak ditakdirkan berada disana barang sebentar seorang diri.

Seperti yang dituliskan oleh seorang penulis kesukaan saya, yang saya kutip pada kaver depan undangan pernikahan, " Bahagia itu pilihan. Dan dengan kesadaran penuh, aku memilih untuk bahagia bersamamu dalam nama-Nya."

Save Their Life


Ada 8 kucing dirumah saya dan semuanya adalah kucing adopsi dari jalanan. Yang paling tua adalah Ochin, 8 tahun. Yang termuda adalah Nunun, sekitar 2 bulan. Dulu saya bisa pasrah membiarkan kucing saya mati karena sakit, karena ayah nggak kasih izin saya untuk bawa mereka ke dokter. Tapi sekarang saya pasti ngotot bawa kucing-kucing itu secara rutin ke dokter hewan, selain karena sudah punya penghasilan sendiri, juga karena sebagai penebus rasa bersalah saya dengan kucing-kucing saya terdahulu.

Bumil Jatuh

Semenjak Abi resign dari kerjaan lama, Abi jadi bisa antar jemput saya kerja. Tanggal 10 Januari 2012 kemarin, saya pulang agak malam dan Abi terpaksa harus nungguin saya sedikit lebih lama. Pas saya udah siap mau pakai helm, hujan turun deras, dan Abi nggak bawa jas hujan pula. Berhubung seragam kerja saya cuma itu, ya nunggu agak reda sedikit lah.

Hujan baru reda sekitar jam 20.30. Saya duduk manis di jok motor Abi, dan Abi mulai melaju agak pelan karena jalanan licin. Berhubung didepan kantor ada lampu merah, kita nyebrangnya sedikit berhati-hati sambil tengok kanan-kiri. Kosong. Aman. Nyebrang deh..

Tapi..belum sampai lampu merah, motornya ditabrak motor orang dari belakang. Saya jatuh dengan posisi perut duluan ke aspal. Innalillahi. Pikiran saya kemana-mana. Gimana baby Aliyya? Gimana Abi? Cukup lama saya terbaring di tengah jalan, sambil sesegukan dan nggak bisa bangun. Antara kesakitan sama kaget. Orang-orang yang mengerubungi saya juga mungkin takut mau nolongin saya karena suami bilang saya sedang hamil 7 bulan. Sedangkan pengendara motor yang menabrak kami sudah kabur.

Dibantu sekuriti kantor, saya pun dibawa ke RS Hermina. Karena dokter kandungan udah pulang semua, saya ditangani bidan dan dokter umum. Setelah cek tekanan darah dan detak jantung bayi, dia bilang kondisi saya baik. Saya bisa ketemu dokter kandungan besok pagi. Setelah ambil obat dan surat ijin bedrest, saya hubungin kantor untuk minta ijin nggak masuk selama 2 hari.

Dan, sampai sekarang saya pun masih setia naik motor. Tapi nggak berani memacu dengan kecepatan tinggi karena sedikit trauma. Sekarang saya udah nggak bisa mikirin keselamatan diri sendiri, karena ada Aliyya didalam rahim saya. :-)

Diatas itu semua, ada Allah yang Maha Menjaga ;-)

Tendangan Aliyya

Buat wanita hamil (apalagi yang pertama kali) yang paling seru mungkin bisa jadi adalah tendangan bayi di perut. Dulu pas temen kantor saya ada yang hamil, suka saya tanyain, "Gimana rasanya kalo bayinya nendang?". Dan sekarang saya ngalamin hal itu. ^_^ it was such amazing moment as a pregnant woman.

Pertama kali baby Aliyya nendang itu waktu saya masih ngekos di Jepara, sekitar bulan Oktober 2011 atau bulan ke 4 kehamilan. Lagi jadwalnya kencan via telepon sama suami (yang kebetulan masih dinas di Jakarta), tiba-tiba berasa ada yang berdesir halus di perut saya. "Bi, ini kayaknya Aliyya nendang deh?", kata saya ke suami.

Sejak itu intensitas tendangan Aliyya semakin meningkat. Seiring bertambahnya ukuran perut, area tendangannya juga ikut meluas. Kadang sekali, kadang berirama. Bisa diatas, dibawah, kanan, kiri, tengah, atau semuanya berbarengan. Suami juga ikutan amazing kalau pas dia pegang perut saya dan Aliyya ikutan nendang.

Terakhir pas kontrol bulanan ke RS Hermina, Aliyya kelilit tali pusarnya, karena dia aktif bergerak dirahim saya, (atau sayanya yang keseringan gerak), kata dokternya.

7 Bulan Setelahnya..

pengajian 7 bulan. welcoming the baby Aliyya :)


"Ternyata, berkomitmen itu nggak seseram apa yang dibayangkan.."

Ini sedikit cerita saya setelah 7 bulan jadi seorang istri dari seorang pria yang bernama Rofiq Fauzi. Tiga tahun pacaran kayak setrikaan, akhirnya Juni 2011 resmi juga menikah. Alarm saya untuk segera menikah sudah berbunyi agak lama, kurang tahu deh kalau alarm Abi kayak gimana bunyinya :D.

Berhubung dari jaman kuliah sudah mulai rajin baca buku seputar pernikahan islami, saya jadi tahu kalau yang namanya pernikahan itu bukan nyari enaknya semata. Misal, kita nikah karena orientasinya kekayaan atau modal fisik saja, terus kalau semuanya berubah seiring bertambahnya waktu, apa iya kita mau mengakhiri pernikahan begitu saja? Dari awal Abi mengajak saya menikah, beliau bilang : orientasi kita cukup Allah saja. :)

Seiring bertambahnya waktu, kebutuhan orang yang baru menikah sudah banyak dan cukup membuat kepala pening. Ini baru kebutuhan dua orang ya? Belum nanti kebutuhan anak dan seterusnya. Bisa bikin stress kalau cuma dibayangin. Tapi.... Allah pasti punya perhitungan yang diluar akal kita koq? Selama ini sih selalu ada aja rezeki dari arah yang nggak kita duga.

Buat saat ini, kehidupan kita berjalan lancar. Kerikil? Wohoo..ada banyak, tapi setiap saya diskusi sama suami, kekhawatiran saya itu bakalan menguap jauh. Abi selalu menanggapi masalah dengan gaya bercandanya yang bikin saya rindu setengah mati.

Sejauh ini, saya lagi getol jadi financial planner buat keluarga kecil saya. Rasanya nikmat sekali mengatur hal-hal detil kayak gini. Meskipun kita berdua masih merintis dari lantai dasar yang paling dasar, tapi saya cari yang seperti ini, memajukan keluarga berdua, bukan cuma terima jadi saja.

Yah, semoga selalu untuk selamanya :-*

Budaya Antri. Nggak Mau? Ke Laut Aja,,

Kemarin sore, (3/1) saya sama suami belanja kebutuhan harian ke salah satu tempat belanja grosir di bilangan Srondol. Sampai disana saya kaget lihat antrian di kasir kok panjang semuanya, saya lupa kalau ini rupanya masih masuk tanggal muda. Barang yang saya beli nggak banyak, tapi saya nggak keberatan harus antri panjang karena memang situasinya demikian.

Semua pembeli antri dengan sabar. Semua kasir terlihat penuh dan antriannya mengular. Kasir tempat antrian saya agak lama, karena ada ibu-ibu tionghoa yang berbelanja amat sangat banyak hingga berkardus-kardus. Ditengah antrian, tiba-tiba ada seorang ibu berhenti disamping orang yang antriannya didepan saya persis. Dia menenteng keranjang belanjaan dan sebuah tongkat pel lantai. Dari gelagatnya, saya sudah agak curiga dia mau menyerobot antrian. Saya tengok kebelakang, antriannya sudah agak panjang.

Antrian mulai bergerak maju. Ibu itu masih berdiri ditempat yang sama. Semuanya, termasuk saya, menggeser barang belanjaan masing-masing tanpa mengindahkan si Ibu. Tiba-tiba, mbak yang antriannya didepan saya persis menawarkan bantuannya kepada si Ibu. Karena belanjaan si mbak cuma dua item buah-buahan saja, ibu itu bisa sekalian mengantri dikasir.

Dari situ saya mulai gondok berat. Kenapa? Karena :

  1. Diluar keperluan si Ibu, kita semua yang antri juga mungkin diburu waktu, apalagi waktu itu sudah masuk shalat maghrib.
  2. Banyak atau sedikit belanjaan, semua yang membeli dan akan membayar harus antri dari barisan paling belakang. Untuk lansia atau ibu hamil, itu mah bisa dimaklumi lah ya? *Si ibu nggak lihat apa perut saya udah gede gini!!* >_<
  3. Tanpa basa-basi atau pekewuh sama orang-orang dibelakangnya, si Ibu santai saja tuh nebeng antrian. Nggak sopan deh!
Rasanya paling geregetan ya kalau lihat orang yang nggak mau antri? Terlihat sepele sih sebenarnya. Tapi ini harus dibiasakan dimanapun kita berada, kalau sudah terlihat tanda-tanda antrian ya kita harus ikut. Kalaupun toh harus sedikit menyerobot barisan, bisa dikatakan baik-baik dengan orang yang ada diantrian depannya.