Memeluk Anak dan Pasangan

Saya dibesarkan di keluarga yang tidak terbiasa saling memeluk. Ndak biasa mengekspresikan rasa sayang dengan cara seperti itu, bukan cuma rasa sayang, saat kami, anak-anaknya sedih, marah kami cenderung memendamnya sendiri dan memilih mengekspresikan dengan cara masing-masing. Saya cuma baca di buku atau artikel bahwa berpelukan itu hangat, punya efek menenangkan hati, tapi saya betul nggak tahu seperti apa rasanya..

Maka dari itu, semenjak saya menikah 3 tahun lalu, saya penginnya mulai membiasakan diri untuk memeluk suami setiap pagi sebelum mulai beraktivitas. Pokoknya pagi itu harus bisa meluk walaupun sebentar. Efeknya cukup baik. Saya memulai aktivitas dengan hati yang hangat, perasaan yang lega dan lebih positif. Rasanya ada yang kurang kalau lupa berpelukan. :D

Setelah Aliyya. anak pertama lahir, berumur beberapa bulan dan sudah bisa belajar duduk di pinggir kasur, saya mencoba belajar memeluknya, sampai sekarang usianya 2,7 tahun, saya berusaha untuk memeluknya setidaknya sehari sekali. Saat berpelukan, tidak lupa disisipkan doa juga untuknya.

Memasuki usia 2 tahun, Aliyya agak sering tantrum, apalagi setelah Aisha, adiknya lahir akhir Oktober lalu. Sering sekali Aliyya mencari perhatian orang rumah dengan cara berteriak sehingga Aisha nggak bisa nyenyak tidur, setelah itu Aliyya nangis dengan suara yang mungkin terdengar sampai ujung gang. Membiarkannya sampai tenang lalu memeluk dan mengelus punggungnya.

Pelukan juga menjadi keharusan jika suami hendak pergi ke kota atau negeri seberang. Mengantar kepergiannya. Memeluknya pelan sembari membisikkan do'a. :)

Semarang. Medio November 2015.

Antara Uang Belanja dan Uang Nafkah

Awalnya saya sulit untuk membedakan makna kata membelanjai istri dan menafkahi istri, karena bagi saya kedua kata itu sama maknanya, hanya beda pilihan kata dan keluasan maknanya saja. Bagi saya, membelanjai istri dan menafkahi istri sama-sama bermakna memberikan sejumlah uang kepada istri untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga secara periodik, sedangkan yang sedikit membedakan bahwa menafkahi itu tidak harus uang, tetapi bisa bersifat non materi.

Artinya, jika kita telah memberikan uang belanja kepada istri kita berarti kita telah memberikan nafkah lahir (materi), itu pemahaman awal saya, dan mungkin juga pemahaman hampir kebanyakan suami.

Tetapi saya mulai bisa membedakan antara uang belanja dan uang nafkah saat saya melihat anggaran belanja rumah tangga seorang teman. Dari sekian item anggaran yang diberikan kepada saya, ada satu item yang menarik perhatian saya. Menarik, karena hanya item itu yang satu-satunya berbeda dengan item-item dalam anggaran rumah tangga saya dan anggaran rumah tangga pada umumnya, yaitu item "Nafkah Istri"

Apa bedanya? Pikir saya saat itu, ternyata menurut teman saya bahwa nafkah istri berarti suami memberikan sebagian hartanya kepada istri untuk dikelola dan digunakan untuk kepentingan pribadi istrinya. Sedangkan uang belanja istri adalah memberikan harta (uang) untuk kebutuhan hidup suami, istri, anak-anak, dan anggota keluarga lainnya.

Saya mencoba memahami apa yang disampaikan teman saya itu. Akhirnya saya temukan kunci jawaban untuk membedakan antara uang belanja dan uang nafkah, yaitu kemuliaan wanita. Antara uang belanja dan uang nafkah muncul dua kewajiban berbeda yang harus dilaksanakan oleh seorang suami. Uang belanja adalah kewajiban suami sebagai kepala keluarga untuk mencukupi kebutuhan hidup istri dan anak-anaknya dengan layak, sedangkan uang nafkah adalah kewajiban suami sebagai seorang lelaki yang qowwam untuk menjaga kemuliaan seorang wanita yang menjadi istrinya.

Dalam uang nafkah itu terkandung kemuliaan wanita dari seorang istri. Uang nafkah menjadikan istri bukan seorang "pengemis" dihadapan suaminya jika istrinya ingin memenuhi hajat pribadinya. Uang nafkah adalah hak yang harus diterima seorang istri, dan istri memiliki hak penuh untuk mengelola dan menggunakan untuk kepentingan pribadinya, sehingga istri bisa memenuhi kebutuhan pribadinya dengan tetap terjaga kemuliaan dan kehormatannya tanpa harus "mengemis" dihadapan suami atau harus bekerja keras diluar rumah.

Jadi, menurut saya, jika suami hanya memberikan uang belanja bulanan saja maka kewajibannya sebagai suami belum lengkap bahkan cenderung tidak menghargai istrinya, karena memberi uang belanja tanpa uang nafkah seakan menjadikan istri sebagai (maaf) pembantu rumah tangga saja. Oleh karena itu meskipun istri kita bekerja, uang belanja dan uang nafkah tetap harus kita berikan kepada istri kita meskipun sedikit jumlahnya, karena keduanya merupakan hak istri dan kewajiban bagi seorang suami.

Karena dengan uang nafkah itu ada kemuliaan seorang wanita yang menjadi istri kita dan ada ke-qowwam-an kita sebagai seorang suami dan laki-laki.

By : ustad Noven ( copas dari akun FB ibu Hayati Djalaluddin Ramly )