Prasangka Buruk

Saat ini saya masih bekerja sebagai customer service di salah satu bank syariah di Semarang, beberapa hari yang lalu saya kedatangan tamu istimewa. Tamu ini sudah kami beri "label" sehingga siapapun diantara kami yang kebagian jatah melayani mereka harus ekstra sabar dan juga ekstra senyuman.

Sialnya, dua rekan saya yang lainnya sedang sibuk semua dan belum ada tanda-tanda selesai dalam waktu dekat. Sedangkan nasabah didepan saya sudah akan bersiap pulang. Duh!

Tamu yang istimewa ini saya sambut dengan senyuman dan hati yang lapang. Sambil mensugesti diri sendiri bahwa ini akan baik-baik saja dan saya bisa mengendalikan mereka. Sampai pertengahan transaksi saya bisa memahami apa yang mereka mau dengan kunci : buka telingamu lebar-lebar. Hehe pahami apa yang mereka mau.

Setelah nasabah ini pulang, saya belajar lagi bahwa tidak perlu berprasangka sebelum mengenal. Bahwa etnis tidak bisa dijadikan alasan untuk membencinya. Mereka hanya perlu dipahami dan saya sedikit membuka ruang dihati.

Kedatangan mereka memang agak sedikit merepotkan sih, karena memecah konsentrasi saya antara mendengarkan percakapan dua bahasa dan mengetik perintah ke layar monitor. Tapi mereka jauh mau lebih memahami alur transaksi yang saya gambarkan dan tidak protes dengan sejumlah biaya yang disodorkan.

Transaksi berjalan mulus dan diakhiri dengan ucapan dari mereka, "semoga kamu sukses ya, Non"

Sederhana. Tapi itu membuat hati ini menghangat.

Semarang, awal Desember 2015

Update Status

Saya pribadi menggunakan jasa sosial media, terutama Facebook, untuk berkomunikasi dengan suami jika beliau kebetulan sedang berada diluar Indonesia. Saya memang nggak mewajibkan beliau memberi kabar kepada saya setiap saat karena saya tahu betul bagaimana pekerjaannya. Beliau biasanya mengupdate kegiatannya melalui tulisan atau foto sehingga saya bisa memantaunya darisana. Meskipun saya akui komunikasi akan tersendat jika menggunakan pola seperti ini. Bagaimanapun juga komunikasi tatap muka akan jauh lebih berkualitas dibandingan melalui layar monitor.

Aturan update status nggak berlaku jika suami berada didalam negeri. Meskipun saya nggak mewajibkan sistem "wajib lapor" tapi saya ingin jadi orang pertama yang tahu kegiatannya, ya minimal kedua lah setelah ibu mertua hehe. Saya bisa marah kalau seharian nggak kasih kabar tapi malah aktif update status di sosial media. Suka kaget begitu lama nggak kasih kabar eh tahu-tahu sudah di bandara, misalnya. Duh, rasanya jadi kurang spesial begitu.

Sebetulnya saya pun bukan tipikal "laporan" tapi ya karena tahu rasanya nggak dikabarin itu nggak enak jadi saya usahakan untuk memberi tahunya terlebih dulu. Misal, "aku otw pulang", "aku maksi sama mas xxx dulu.." atau "udah dibandara, take off bentar lagi, pake AirAsia" begitupun sudah cukup buat saya.

Enaknya jaman sekarang itu komunikasi begitu gampang dijangkau. Nggak bisa plan A ya pakai plan B, atau masih tersisa sampai plan Z. Tinggal disesuaikan saja dengan kenyamanan kita dan pasangan, jarak, efisiensi dan juga biaya.

Semarang, 5 Desember 2015