Jangan Kambinghitamkan Masyarakat


Ada yang saya setujui dalam artikel singkat yang ditulis oleh Andreas Lako dalam rubrik Gambang Semarang. Harian JawaPos (12/4) tentang kandidat pilwalkot Semarang 2010 yang tidak paham akar masalah.

Seperti apa akar masalah yang tidak mereka pahami itu? Begini petikan artikel tersebut : "..Para kandidat juga punya kesamaan visi bahwa Kota Semarang harus bangkit dari keterpurukan , bebas dari rob, punya pesona dan jadi kota metropolitan yang bermartabat. Para kandidat berjanji akan mengembalikan kejayaan Kota Semarang jika nantinya memimpin Kota Atlas. Namun yang membuat saya menggelengkan kepala adalah pernyataan para kandidat tentang pemicu terjadinya sejumlah problema kronis Kota Semarang. Dalam isu banjir dan rob, hampir semua kandidat menuding penyebabnya perilaku masyarakat yang tidak ramah lingkungan. "

--------------------------------------
Hmm..saya amat nggak setuju kalau masyarakatlah yang dikambinghitamkan dalam isu banjir dan rob di kota ini. Apa pasal saya bisa bicara nggak setuju? Karena sedikit banyak saya membaca, melihat, dan terjun langsung melihat apa yang terjadi dilapangan. Dalam salah satu berita di harian Suara Merdeka (saya lupa kapan tepatnya..). Kala itu terjadi banjir bandang di Kecamatan Tugu, Semarang. Banjir itupun membuat hancur harapan warga akan panen tambak mereka, karena tambak mereka harus ludes diterjang banjir. Mengapa daerah itu bisa banjir?

  1. Ada pabrik yang didirikan di daerah tersebut, sehingga salah satu aliran sungai harus dibelokkan dan akibatnya wargalah yang terkena imbasnya.
  2. Hutan bakau didaerah tersebut sudah habis, karena dibuat areal tambak dan kini tambak sudah tidak produktif, sehingga tidak ada lagi penahan gelombang air laut. Di daerah Genuk, Semarang bisa dilihat tidak lagi ada hutan bakau yang utuh sempurna. Tanahnya makin hari makin terkikis. Saat 2008 kami menanam bibit bakau kesana, harus rela gatal-gatal karena limbah pabrik menyebabkan air laut berbercak merah. Di beberapa kawasan di Semarang Utara, lahan bakau ditebang untuk dijadikan tambak, pabrik, atau bangunan rumah makan.
  3. Di Semarang, tidak banyak lahan hijau/lahan resapan yang tersisa. Di daerah Semarang Atas saja bisa kita lihat mulai padat dengan pemukiman penduduk. Kemana air hujan harus mengalir jika tanah resapan saja tidak ada?
Bukan murni kesalahan masyarakat Semarang. Tapi juga kebijakan pemerintah yang selama ini belum pro ramah lingkungan. Bagaimana kelanjutannya, kita lihat saja setelah 18 April 2010 ini. Apakah banjir dan rob Semarang bisa segera teratasi atau tidak.

sumber foto : semarangaja.blogspot.com

3 komentar:

fatur 16 April 2010 pukul 00.11  

begitulah orang yang punya MAU....sing penting janji...janji...mboh nanti jadinya. dadi disek soal menepati janji masalah keri...

Slamet Riyadi 16 April 2010 pukul 07.03  

besok kita liat aja ralisasinya ya nid.
dan pilih yg kira kira bisa sumbut ma janji janjinya
WHOOKEY?? tos!

Nida Fauzi 17 April 2010 pukul 06.17  

*mas fatur : Oh.aku males banget liat janji-janji itu bertebaran dimana2. Nempel di baliho2 raksasa..

*mas slam : TOS dulu aah.. liat aja nek ngapusi, digeruduk wong akeh, kapok!