Masih suka nonton sinetron? Padahal sinetron itu isinya cuma mengandalkan kekerasan, baik verbal maupun non-verbal dan hanya punya sedikit kandungan nilai moral. Sinetron mampu membius audiensnya supaya betah duduk di depan televisi hingga tidak produktif. Dan parahnya jika segala unsur dalam sinetron, termasuk unsur ke"LEBAY"annya, bisa-bisa kita cenderung mendramatisir segala hal. Masalah yang tadinya kecil bisa jadi besar cuma karena dibesar-besarkan. Tapi toh walaupun begitu masih banyak juga masyarakat Indonesia yang menggemari sinetron sebagai santapan utama di waktu prime time.
Sinetron bermula dari kersehan pembuat fim di era 1990-an yang khawatir akan maraknya film - film mistis, laga dan erotis. Kala itu banyak sekali sineas film yang membuat film-film seperti itu. Pada awalnya, film-film tersebut diimbangi dengan jalan cerita yang kuat dan bagus. Namun kelamaan, film tersebut (terutama film erotis) hanya menjual unsur seksualitas belaka, hingga film jadi tidak bermutu. Sinetron pertama yang kita kenal adalah Si Doel Anak Sekolahan. Sinetron yang berlatarbelakang budaya betawi ini banyak sekali mengajarkan nilai-nilai moral dan membawa pesan. Namun seiring kepopuleran Si Doel dan juga kemajuan televisi yang bukan lagi barang tersier juga membawa keburukan, banyak sinetron setelah itu yang bermunculan dan mempunyai rating tinggi, hingga ada rumah produksi yang sanggup membuat satu sinetron yang tayang selama 6 tahun 11 bulan sebanyak 356 episode (1998-2005). Gila bukan?
Kedepannya, semakin banyak sinetron yang tidak mengandalkan kekuatan moral. Karena masyarakat Indonesia masih lekat dengan budaya takhayul, maka dibuatlah sinetron yang berbau mistis yang terkesan dibuat-buat, hingga kadang menyudutkan agama tertentu. Sinetron seperti ini tidak baik ditonton, terutama anak kecil yang masih mudah mengadopsi segala hal yang ada disekitarnya. Sebenarnya bukan cuma sinetron genre mistis saja yang tidak baik ditonton. Semua sinetron saat ini tidak layak konsumsi, karena mengajarkan :
Sinetron bermula dari kersehan pembuat fim di era 1990-an yang khawatir akan maraknya film - film mistis, laga dan erotis. Kala itu banyak sekali sineas film yang membuat film-film seperti itu. Pada awalnya, film-film tersebut diimbangi dengan jalan cerita yang kuat dan bagus. Namun kelamaan, film tersebut (terutama film erotis) hanya menjual unsur seksualitas belaka, hingga film jadi tidak bermutu. Sinetron pertama yang kita kenal adalah Si Doel Anak Sekolahan. Sinetron yang berlatarbelakang budaya betawi ini banyak sekali mengajarkan nilai-nilai moral dan membawa pesan. Namun seiring kepopuleran Si Doel dan juga kemajuan televisi yang bukan lagi barang tersier juga membawa keburukan, banyak sinetron setelah itu yang bermunculan dan mempunyai rating tinggi, hingga ada rumah produksi yang sanggup membuat satu sinetron yang tayang selama 6 tahun 11 bulan sebanyak 356 episode (1998-2005). Gila bukan?
Kedepannya, semakin banyak sinetron yang tidak mengandalkan kekuatan moral. Karena masyarakat Indonesia masih lekat dengan budaya takhayul, maka dibuatlah sinetron yang berbau mistis yang terkesan dibuat-buat, hingga kadang menyudutkan agama tertentu. Sinetron seperti ini tidak baik ditonton, terutama anak kecil yang masih mudah mengadopsi segala hal yang ada disekitarnya. Sebenarnya bukan cuma sinetron genre mistis saja yang tidak baik ditonton. Semua sinetron saat ini tidak layak konsumsi, karena mengajarkan :
- Kekerasan, baik verbal maupun non-verbal
- Hedonisme
- Konsumerisme
- Westernisasi
- Pemojokan agama tertentu
- SARA
- Plagiarism
- Kebohongan
- Takhayul
- Kekuasaan otoriter
- Pornoaksi
- Kekurangajaran
- Cinderella Syndrome
- ....
Sudah waktunya mungkin bagi kita, audiens, untuk memilih. Mungkin kita memang tidak bisa banyak berbuat untuk menghindari gempuran negatif sinetron. Kitalah yang harus cerdas dan selektif. Jangan membiarkan televisi yang memperbudak kita, sebaliknya kitalah yang seharusnya memperbudak televisi. Cermatlah memilih sajian yang bermanfaat :-) Diantara sekian pasti ada beberapa yang insyaallah yang baik untuk kita.
*Dikutip dari materi diskusi "DIET NONTON SINETRON" Diponegoro Media Watch (DMW) FISIP UNDIP. Kamis, 14 Mei 2009 di perpustakaan lantai 2 FISIP UNDIP.
0 komentar:
Posting Komentar