One Day One Juz

Maaf. Bukan bermaksud riya' tapi mungkin akan lebih baik jika kebaikan disebarkan, mungkin ada yang ikut terinspirasi.

Juli 2015 ada satu artikel dikaver utama harian JawaPos. One Day One Juz, ODOJ biasa begitu disebut, adalah hal yang tidak pernah saya lirik sebelumnya. Sehari 1 juz? Mana mungkin, saya sibuk dikantor dari pagi bahkan istirahat 60 menit pun sering makan terburu, shalat pun terburu karena antrian nasabah penuh di jam istirahat.

Sombongnya saya. Alloh jadi yang kesekian. Al-Qur'an pun jarang saya jamah.

Tapi saya iseng saja mendaftar. Aplikasinya tersedia di Google Playstore. Selain ODOJ, ada juga Odhalf ( Sehari 1/2 juz ) dan ODOL ( Sehari 1 lembar ). Saya memilih Odhalf. Karena mungkin bisa saya usahakan ditengah aktivitas duniawi barang mengaji 1/2 juz. Saya masuk daftar tunggu bersama teman-teman baru seluruh Indonesia. Wow, pikir saya. Ternyata ramai sekali.

2 pekan kedepan, ada seseorang akhwat yang menghubungi saya via sms dan terbentuklah grup di whatsapp. Peraturan disebutkan dan jadwal diberikan. Mengaji 1/2 juz berarti 5 lembar atau 10 halaman dalam sehari. Awal yang berat. Al-Qur'an saya bawa ke kantor, dibaca saat istirahat atau saat antrian kosong. Dirumah mertua saat mudik atau saat anak-anak sudah tertidur. Murabbiyah saya pernah bilang, "Kadang, kebaikan itu harus dipaksa. Awalnya mungkin berat namun kelamaan pasti akan terbiasa."

Saya masih jauh dari kata baik. Saya hanya seorang yang biasa namun saya ingin berubah. Membaca Al-Qur'an yang dulu sering saya tinggalkan dan dibaca saat sedang mood, menjadi sesuatu yang harus saya rutinkan.

4 bulan sudah saya disini. Masih suka telat laporan, terutama jika akhir pekan. Tertatih-tatih supaya bisa kholas, yang ternyata kuncinya adalah selesaikan diawal waktu dan tidak menunda. Di grup Odhalf dengan teman-teman yang saling mengingatkan. Agak cerewet sih karena kalau menjelang maghrib belum lapor suka disms bertubi-tubi supaya menyelesaikan tugas harian.

Alloh sudah kasih saya begitu banyak nikmat dan kemudahan, masak saya nggak mau sih rutin mengaji?

Ada yang mencibir. Ada juga yang memuji. Ah, biarkan saja. Toh saya nyaman karena Al-Qur'an menemani kemanapun saya pergi sehingga saya tidak perlu merasa khawatir. Dan yang tidak bisa dipungkiri adalah perasaan lega. Sembari berdo'a semoga ini bisa menjadi salah satu ladang amal saya. Bekal pulang nanti.

Semarang. Medio November 2015

Terimakasih

Sewaktu rawat inap di rumah sakit pasca melahirkan akhir Oktober tahun lalu, saya punya waktu 3 hari penuh melihat tayangan televisi. Ada dua yang membekas. Pertama, Just Alvin edisi Dian Sastro dan jingle Luwak White coffee edisi Kimberly Rider yang saya akhirnya tahu melalui YouTube berjudul Feeling Good by Soundroll.

Di acara itu Dian Sastro bercerita tentang hidupnya, salah satunya tentang bersyukur dan berterima kasih saat akan memulai hari. Bersyukurlah maka nikmat itu akan bertambah. Dan, saya pun mencobanya.

Bangun tidur. Membuka mata. Membaca doa bangun tidur. Duduk bersilang kaki. Memejamkan mata.

Terimakasih Alloh, kami masih bisa tidur dengan nyenyak, dengan kasur, bantal, guling dan selimut yang bersih juga nyaman.

Terimakasih Alloh, kami masih bisa bangun pagi ini dengan mata terbuka, anggota tubuh yang tidak kurang satu apapun, bergerak normal sebagaimana mestinya, masih bisa mendengar suara ayah mamah abia dan anak-anak.

Terimakasih Alloh, kami masih bisa makan makanan yang bersih dan sehat, minum air bersih tanpa perlu kesulitan mencarinya, masih bisa menikmati listrik dan udara yang bersih.

Terimakasih Alloh, kami masih bisa bergerak menjemput rezekimu, masih bisa punya cukup uang untuk membeli kebutuhan kami, masih punya kendaraan pribadi sehingga tidak perlu berdesakan dalam bis atau angkot.

Terimakasih Alloh, kami masih bisa memeluk dan mencium pipi suami dan anak-anak.

Terimakasih Alloh, kami masih bisa berangkat dan pulang bekerja dengan mudah, bertemu teman-teman, membantu orang, dan akhirnya pulang kerumah yang nyaman.

Akhirnya, tidak akan pernah cukup berterimakasih pada Alloh atas semuanya..

----

Setelah ritual sederhana ini selesai, hati ini terasa lapang dan lebih bersemangat menjalani hari.

Ayo, mencoba dan rasakan sendiri damainya. :)

Mengobati Pusar Bodong

Singkat saja ya. ( saya nulis ini pakai hp sambil gendong anak bungsu soalnya, jadi agak kesulitan. )

Sejak Aisha lahir di akhir Oktober tahun lalu dan tali pusatnya lepas di usia minggu pertama, saya tidak melakukan apa-apa seperti yang disarankan orangtua, menekan pusarnya menggunakan koin yang dibungkus dengan kain kassa.

Awalnya biasa saja, tapi karena intensitas Aisha menangis sambil mengejan sering sekal, pusarnya lama kelamaan jadi menjorok keluar. Dasarnya saya yang malas pakai koin, jadilah saya googling cara mengatasinya.

Dari kata kunci, "cara mengobati pusar bodong" saya menemukan 1 pengalaman orangtua yang sama. Ternyata tidak perlu sampai dibawa ke dokter untuk mengobatinya. Cukup cubit pelan kulit disekitar pusar, kemudian diberi plester rol yang saya ganti setiap habis mandi pagi. Saya melakukan ini selama hampir 1, 5 bulan dan alhamdulillah sekarang pusarnya sudah tidak menjorok keluar lagi.

Mungkin cara ini bisa digunakan untuk kasus yang tidak perlu tindakan dokter, tapi jika perlu tindakan khusus atau ragu, jangan takut untuk datang ke dokter. :)

Seiring Senada

Semenjak aku pertama menerimamu menjadi orang yang paling kukasihi, aku menaruh harap  akan menjadi orang yang paling kau kasihi.

Menjadi orang yang pertama kali kau lihat begitu pagi datang dan terakhir kau lihat menjelang tidur.

Menjadi orang yang pertama mendengar semua ceritamu, ceritaku.

Menjadi satu-satunya rumah bagimu, bagiku.

Semarang, menjelang Senin medio November.

Melihatmu, melihatku akan mengingatkan pada kebaikan, bahwa jalan ini masih panjang. Dan, tentu aku ingin menjadi ladang amal bagimu.

Ketika Harga Naik

Semenjak kenaikan harga BBM akhir tahun 2014 kemarin, hampir semua harga ikut terkerek naik. Tak terkecuali bahan makanan. Mulai dari harga cabai, beras, daging, rempah-rempah, telur ayam, dan masih banyak lagi.

Semalam saya membeli nasi goreng langganan yang lewat didepan rumah. Sekitar tahun 2004, harga seporsinya Rp. 4.000,- kalau ditambah sate ayam atau sate kulit ayam jadi Rp. 6.000, - dan untuk sekarang harganya jadi Rp. 13.000, -  sudah termasuk 2 tusuk sate, lengkap dengan taburan kerupuk dan irisan kol juga mentimun. Cukup murah, ya?

Sambil makan saya berpikir, harga segitu dan saya bisa makan dengan kenyang, abang penjual untungnya berapa ya? Komponen nasi goreng yang saya hitung ada : beras, bumbu, cabai, telur ayam, daging ayam/kulit ayam, kol, mentimun, kerupuk.

Dalam beberapa acara reportase investigasi di televisi pernah menyiarkan tentang betapa "kreatif"-nya oknum yang mencampurkan bahan berbahaya kedalam bahan makanan dengan tujuan lebih awet, menggunakan bangkai supaya menekan modal demi keuntungan yang lebih banyak.

Semoga saja kenaikan harga sekarang ini tidak diikuti dengan naiknya "kreativitas"  penjual makanan dan minuman disekitar kita. Biarlah yang disiarkan di televisi itu menjadi semacam alarm bagi kita sebagai pembeli.

Memeluk Anak dan Pasangan

Saya dibesarkan di keluarga yang tidak terbiasa saling memeluk. Ndak biasa mengekspresikan rasa sayang dengan cara seperti itu, bukan cuma rasa sayang, saat kami, anak-anaknya sedih, marah kami cenderung memendamnya sendiri dan memilih mengekspresikan dengan cara masing-masing. Saya cuma baca di buku atau artikel bahwa berpelukan itu hangat, punya efek menenangkan hati, tapi saya betul nggak tahu seperti apa rasanya..

Maka dari itu, semenjak saya menikah 3 tahun lalu, saya penginnya mulai membiasakan diri untuk memeluk suami setiap pagi sebelum mulai beraktivitas. Pokoknya pagi itu harus bisa meluk walaupun sebentar. Efeknya cukup baik. Saya memulai aktivitas dengan hati yang hangat, perasaan yang lega dan lebih positif. Rasanya ada yang kurang kalau lupa berpelukan. :D

Setelah Aliyya. anak pertama lahir, berumur beberapa bulan dan sudah bisa belajar duduk di pinggir kasur, saya mencoba belajar memeluknya, sampai sekarang usianya 2,7 tahun, saya berusaha untuk memeluknya setidaknya sehari sekali. Saat berpelukan, tidak lupa disisipkan doa juga untuknya.

Memasuki usia 2 tahun, Aliyya agak sering tantrum, apalagi setelah Aisha, adiknya lahir akhir Oktober lalu. Sering sekali Aliyya mencari perhatian orang rumah dengan cara berteriak sehingga Aisha nggak bisa nyenyak tidur, setelah itu Aliyya nangis dengan suara yang mungkin terdengar sampai ujung gang. Membiarkannya sampai tenang lalu memeluk dan mengelus punggungnya.

Pelukan juga menjadi keharusan jika suami hendak pergi ke kota atau negeri seberang. Mengantar kepergiannya. Memeluknya pelan sembari membisikkan do'a. :)

Semarang. Medio November 2015.

Antara Uang Belanja dan Uang Nafkah

Awalnya saya sulit untuk membedakan makna kata membelanjai istri dan menafkahi istri, karena bagi saya kedua kata itu sama maknanya, hanya beda pilihan kata dan keluasan maknanya saja. Bagi saya, membelanjai istri dan menafkahi istri sama-sama bermakna memberikan sejumlah uang kepada istri untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga secara periodik, sedangkan yang sedikit membedakan bahwa menafkahi itu tidak harus uang, tetapi bisa bersifat non materi.

Artinya, jika kita telah memberikan uang belanja kepada istri kita berarti kita telah memberikan nafkah lahir (materi), itu pemahaman awal saya, dan mungkin juga pemahaman hampir kebanyakan suami.

Tetapi saya mulai bisa membedakan antara uang belanja dan uang nafkah saat saya melihat anggaran belanja rumah tangga seorang teman. Dari sekian item anggaran yang diberikan kepada saya, ada satu item yang menarik perhatian saya. Menarik, karena hanya item itu yang satu-satunya berbeda dengan item-item dalam anggaran rumah tangga saya dan anggaran rumah tangga pada umumnya, yaitu item "Nafkah Istri"

Apa bedanya? Pikir saya saat itu, ternyata menurut teman saya bahwa nafkah istri berarti suami memberikan sebagian hartanya kepada istri untuk dikelola dan digunakan untuk kepentingan pribadi istrinya. Sedangkan uang belanja istri adalah memberikan harta (uang) untuk kebutuhan hidup suami, istri, anak-anak, dan anggota keluarga lainnya.

Saya mencoba memahami apa yang disampaikan teman saya itu. Akhirnya saya temukan kunci jawaban untuk membedakan antara uang belanja dan uang nafkah, yaitu kemuliaan wanita. Antara uang belanja dan uang nafkah muncul dua kewajiban berbeda yang harus dilaksanakan oleh seorang suami. Uang belanja adalah kewajiban suami sebagai kepala keluarga untuk mencukupi kebutuhan hidup istri dan anak-anaknya dengan layak, sedangkan uang nafkah adalah kewajiban suami sebagai seorang lelaki yang qowwam untuk menjaga kemuliaan seorang wanita yang menjadi istrinya.

Dalam uang nafkah itu terkandung kemuliaan wanita dari seorang istri. Uang nafkah menjadikan istri bukan seorang "pengemis" dihadapan suaminya jika istrinya ingin memenuhi hajat pribadinya. Uang nafkah adalah hak yang harus diterima seorang istri, dan istri memiliki hak penuh untuk mengelola dan menggunakan untuk kepentingan pribadinya, sehingga istri bisa memenuhi kebutuhan pribadinya dengan tetap terjaga kemuliaan dan kehormatannya tanpa harus "mengemis" dihadapan suami atau harus bekerja keras diluar rumah.

Jadi, menurut saya, jika suami hanya memberikan uang belanja bulanan saja maka kewajibannya sebagai suami belum lengkap bahkan cenderung tidak menghargai istrinya, karena memberi uang belanja tanpa uang nafkah seakan menjadikan istri sebagai (maaf) pembantu rumah tangga saja. Oleh karena itu meskipun istri kita bekerja, uang belanja dan uang nafkah tetap harus kita berikan kepada istri kita meskipun sedikit jumlahnya, karena keduanya merupakan hak istri dan kewajiban bagi seorang suami.

Karena dengan uang nafkah itu ada kemuliaan seorang wanita yang menjadi istri kita dan ada ke-qowwam-an kita sebagai seorang suami dan laki-laki.

By : ustad Noven ( copas dari akun FB ibu Hayati Djalaluddin Ramly )