Plastik atau Kaleng

Satu pak minuman bersoda isi enam yang terbuat dari kaleng alumunium mampu menampung cairan yang hampir sama jumlahnya (2,3 liter) dengan sebuah botol minuman bersoda ukuran dua liter. Namun, dalam hubungan terhadap lingkungan, dampak yang dihasilkan keduanya tak sama. Yang manakah yang harus dipilih?


Botol Plastik
  1. Bahan dasar : plastik polietilena tereftalat (PET) #1, dibentuk dari dari minyak tanah dan gas alam.
  2. Energi yang terpakai dalam proses pembuatan : setara dengan jumlah energi yang digunakan untuk menyalakan bohlam 50 watt selama 16 jam.
  3. Kesehatan : PET #1 adalah salah satu jenis plastik yang paling aman, namun penelitian membuktikan bahwa antimoni logam berat (mengakibatkan diare) bisa menembus plastik dan mencemari cairan didalamnya selama lebih dari enam bulan.
  4. Pembuangan : Menurut Institut Container Recycling Institute (CRI), hanya 23% botol plastik yang terdaur ulang. Plastik juga hanya dapa didaur ulang beberapa kali saja.
  5. Dampak umum terhadap lingkungan : Selain terbuat dari sumber daya alam tak terbarukan, botol plastik seringkali terbuang ke sungai, aliran air, dan lautan, membahayakan ikan, burung, dan makhluk hidup lain. Proses pembuatan plastik adalah salah satu sumber polusi industri paling besar, menghasilkan sulfur oksida dan nitro oksida, memicu terjadinya hujan asam dan pemanasan global.


Kaleng Alumunium
  1. Bahan dasar : Secara kasar, 60% kaleng soda terbuat dari alumunium yang baru (bijih besi bauksit yang ditambangkan), sedangkan 40% sisanya terbuat dari alumunium daur ulang.
  2. Energi yang terpakai dalam proses pembuatannya : Setara dengan jumlah energi yang digunakan untuk menyalakan sebuah bohlam 50 watt selama 42 jam.
  3. Kesehatan : Walaupun kadar yang terkandung dalam minuman bersoda jarang terdeteksi, kaleng alumunium memiliki lapisan inferior yang mengandung senyawa kimia bisfenol A yang dapat mengganggu hormon.
  4. Pembuangan : Alumunium dengan mudah dan tak terbatas dapat selalu didaur ulang, dan lebih sering dilakukan dibandingkan plastik. Menurut CRI, tingkat pendaur ulangannya di AS mencapai hingga 52%.
  5. Dampak umum terhadap lingkungan : Penambangan bauksit dapat menimbulkan kerusakan yang amat parah, membinasakan pemandangan, mencemari air, dan produksi alumunium mentah menghabiskan energi yang paling banyak dibandingkan pembuatan logam jenis lainnya. Lebih dari setengah energi yang digunakan berasal dari pembangkit listrik tenaga air, yang dihasilkan dari pembendungan sungai dan aliran air yang mengganggu habitat perairan. Sumber energi terbesar berikutnya berasal dari pembangkit tenaga batu bara yang merupakan salah satu penyumbang terbesar terhadap muculnya pemanasan global.
Sumber : National Geographic Indonesia edisi Green Living

0 komentar: