Puasa di bulan Ramadhan acapkali membawa kejutan istimewa. Berwujud kekuatan kasat mata bagaimana mengasah naluri, menahan rasa diri, terus memberi yang terbaik, meski tak luput juga dari sisa-sisa gejolak yang terselip dicelahnya. Ramadhan, bagi saya, bukan dilihat dari menu sahur atau buka puasa, bukan pula murah atau mahalnya asesori hari raya. Ramadhan, menghadirkan ekspektasi tinggi pengalaman spiritual. Melahirkan romantisme juga kerinduan membuncah setelah lolos melewatinya.
Seperti ada gerimis, melihat mereka yang katanya proletar, ikhlas berpuasa ditengah teriknya hari. Berseduh keringat tanpa bisa menawar nasib. Sedangkan, yang katanya kaum cendekiawan, berkeliling penyejuk udara setiap harinya. Malah tertidur saat menunaikan ibadah bekerja, dengan berkelit dan melontar alasan, "Sedang berpuasa".
Ada perasaan tak biasa yang tak bisa saya jelaskan, bahkan dengan kata.
ps : Ramadhan 1431 H - 17 Agustus 2010
Seperti ada gerimis, melihat mereka yang katanya proletar, ikhlas berpuasa ditengah teriknya hari. Berseduh keringat tanpa bisa menawar nasib. Sedangkan, yang katanya kaum cendekiawan, berkeliling penyejuk udara setiap harinya. Malah tertidur saat menunaikan ibadah bekerja, dengan berkelit dan melontar alasan, "Sedang berpuasa".
Ada perasaan tak biasa yang tak bisa saya jelaskan, bahkan dengan kata.
ps : Ramadhan 1431 H - 17 Agustus 2010
0 komentar:
Posting Komentar