Pilih Jadi Idealis atau Apatis?

Terimakasih untuk tayangan KickAndy episode Soe Hok Gie , Jumat 18 Desember 2009. Karena dari sanalah saya baru tergerak untuk tahu siapa itu Soe Hok Gie (SHG)? Jauh sebelumnya memang sudah pernah mendengar nama itu, tahun 2005 kan sempat dibuat film GIE. Saya juga nonton tapi belum terlalu ngeh sama inti ceritanya yang serius.

Setelah itu baru saya mencari buku yang dilaunching Desember 2009 ini : Soe Hok Gie..Sekali Lagi : Buku, Pesta, Cinta di Alam Bangsanya. Tapi nggak ketemu dimana-mana, sampai akhirnya harus inden dulu di Gramedia Java, Semarang.

Inspiratif
Terlepas dari berbagai opini tentang sosok yang satu ini, saya menilai SHG sebagai inspirasi segala zaman. Situasi saat ini tidak jauh beda dengan situasi angkatan 60-an. Cukup relevan bagi saya bila SHG dijadikan acuan bagi kita, kaum muda untuk menetapkan pilihan. Idealis atau apatis? Menurut saya tidak melulu politik yang dijadikan lahan bagi kita untuk menegakan aspirasi. Buku SHG..Sekali Lagi ini membuka mata tentang berbagai sisi humanis SHG. Selain seorang penulis, pembaca, pengamat, oposan, demonstran, pencinta alam, rupanya SHG juga seorang pencinta hewan peliharaan seperti anjing, kucing, dan monyet. Monyet yang dia pelihara dia dapatkan dari membeli monyet tetangganya yang tidak mampu. Kucing dan anjing peliharaannya diambil dari jalanan.

Pengingat
Saya jadi merasa malu, status saya yang mahasiswa ini sudah saya pergunakan untuk membantu masyarakat atau belum? Dalam usianya yang belia, SHG sudah mampu berbuat banyak, baik melalui aksi nyata maupun dalam bentuk tulisan yang mengkritisi situasi perpolitikan saat itu yang berimbas nyata pada kesejahteraan masyarakat tahun 50-60an. Kondisi mahasiswa era 2000an tentu jauh berbeda dengan era mahasiswa tahun 50-60-70-80-90an. Meskipun sisa-sisa perjuangan itu masih ada, namun sepertinya sudah bergeser dari awal yang ada. Bagi SHG, berkepribadian itu penting. Hitam atau putih. Tidak ada wilayah abu-abu. Sikapnya yang seperti itu yang membuat saya merasa malu. Dalam usia yang beranjak dewasa dan sudah merampungkan studinya, saya belum mampu bergerak dan melakukan perubahan yang nyata. Walau sebenarnya mimpi itu ada, namun saya belum mampu mewujudkannya. Lalu untuk apa sebenarnya saya kuliah? Dimana, konon biaya kuliah mahasiswa universitas negeri disubsidi dari pajak-pajak yang dibayar oleh masyarakat kita, sehingga biaya kuliah tidak terlalu mencekik. Tapi apa yang sudah kita berikan pada mereka?

Ah, saya merasa beruntung sudah membaca buku ini. Sehingga saya mampu bercermin pada sosok SHG yang dilingkupi kekurangan juga kelebihannya. Apapun namanya, kumpulan tulisan itu membuat saya tertohok..

Highly recommended to read :-)

6 komentar:

blogger semarang 28 Desember 2009 pukul 15.27  

Salam kenal, senang bisa berkunjung dan meninggalkan komentar diblog ini, wah tulisannya dalem bgt neh, maklum aku bukan ahli di bidang politik, ataupun yang berbau-bau idelism hehe:) tulisan terakhirku: Semarang Dikala Liburan

nidafs 28 Desember 2009 pukul 15.38  

Salam kenal juga ya :-) Hm, sama sih aku ga terlalu suka politik. Tapi buku ini bagus banget buat dibaca :-)

el_afiq 3 Januari 2010 pukul 05.22  

iya non, aku juga sempat nonton tayangan KickAndy yang itu.
udah inden di Gramed Java ya?
kok nggak coba toko buku online?
gpp, yang penting ntar aku pinjam ya.. hehehe..

Nida Fauzi 3 Januari 2010 pukul 13.45  

yang gramed onlen juga sold out, Fiq.. Makanya pas ada di gramed ya inden aja sekalian :-)

Heu..heu.. pinjem bayar ya? *Buka rental novel*

bkn_rpx 4 Januari 2010 pukul 18.37  

Gie keren krn difilmkan dg artis keren, dibukukan dg support media yang melabeli dengan kata2 yang keren dan bagus.


tetep aja, gie adalah pemikir kiri.jika semua orang di indonesia ( atau kebanyakan orang aja wis) berpikiran seperti beliau.islam akan makin tersisih di bumi indonesia ini

Nida Fauzi 5 Januari 2010 pukul 17.04  

Gie memang ngga selalu benar tapi dia jujur disaat semua orang hanya menjilat. Setidaknya dia tidak ikut arus disaat semua orang terlena.