9 dari Nadira


Judul Buku : 9 dari Nadira
Penulis : Leila S. Chudori
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia (KPG), Jakarta
Cetakan : I, Oktober 2009
Tebal : xi + 270 Halaman

Petualangan Jiwa Dalam Nadira
Pucuk dicinta ulam tiba. Kerinduan akan sesuatu yang segar terobati. Satu lagi karya sastra yang berbeda aliran muncul ditengah membanjirnya buku-buku yang sekilas nampak seragam, baik alur cerita, penokohan, desain sampul, sudut pandang, dan sebagainya. Di penghujung tahun 2009, Leila S.Chudori membawakan 9 Dari Nadira dengan sangat apik ke tengah para penggemar sastra yang merindukan bacaan sastra berbeda. Kenapa saya sebut berbeda, karena pembaca sastra tengah bosan dibuai keseragaman tema seperti yang saya ungkapkan diatas. Leila mengemas sembilan cerita dengan bahasa yang sederhana tanpa perlu sibuk bermetafora.

Dengan sudut pandang yang cergas mampu membawa pembaca menjelajahi New York, Pedder Bay, Tanjung Pandang, dan kota-kota bahkan negara yang menjadi latar belakang cerita. Mampu menghadirkan cerita kehadapan pembaca dengan jelas, seakan kita berada ditengah konflik yang dilukiskan Leila dalam bukunya. Latar belakang leila sebagai jurnalis tentu banyak membantu pematangan konsep cerita menjadi suatu karya yang berkualitas dan diperhitungkan. Keahliannya bertutur mampu memperlancar alur penceritaan dari awal hingga akhir yang pada akhirnya melibatkan pembaca secara psikologis maupun emosional.

** Nadira adalah tokoh utama dalam kesembilan cerita yang ada dalam buku ini. Nadira merupakan putri ketiga dari pasangan Bramantyo Suwandi, jurnalis senior dan mantan bartender sewaktu kuliah di Belanda, dengan Kemala Yunus, putri dari pengusaha kaya raya yang sekuler. Kedua kakaknya, Nina dan Arya merupakan tokoh yang turut berperan meski bukan sentral. Turut hadir pula tokoh Gilang Sukma, koreografer tari flamboyan yang sudah tiga kali menikah namun selalu diakhiri dengan perpisahan, yang menggoda Nadira, namun menikahi Nina, sang kakak. Pernikahannya dengan Niko Yuliar, mantan aktivis 70’an yang juga harus diakhiri. Relasinya dengan Utara Bayu, atasannya di majalah Tera yang diam-diam menyimpan hasrat pada Nadira dan menyerah dalam diam serta Marc Gillard, sahabat semasa kuliah di Kanada.

Semula saya mengira ini novel biasa yang hadir tanpa gambar atau ilustrasi, hanya murni merangkum kata. Keistimewaan saya temukan saat menjelajah bab demi bab, hadirnya ilustrasi semakin menegaskan cerita selanjutnya. Memasuki cerita pertama, ”Mencari Seikat Seruni”, tersaji gambar wanita tertelungkup, mungkin pembaca sedikit kebingungan dengan maksud gambar tersebut. Namun kebingungan itu lunas saat bab pertama dituntaskan. ”Mencari Seikat Seruni” menceritakan tentang ”Sebuah pagi yang murung, Nadira Suwandi menemukan Ibunya tewas bunuh diri di lantai rumahnya. Kematian sang ibu, Kemala Yunus-yang dikenal sangat ekspresif, berpikiran bebas, dan selalu bertarung mencari diri-sungguh mengejutkan.” Pembaca serasa disuguhi pagi yang murung juga kelabu. Dimana kematian tragis seorang ibu yang menjadi panutan ketiga anaknya begitu mengguncang dan masing-masing mencoba tegar. Kenapa diberi judul ”Mencari Seikat Seruni”? Karena Nadira mengingat kata-kata terakhir sang Ibu, ”Terakhir, yang paling penting-yang selalu disebut-sebut Ibu-aku pasti mengais-ngais bunga-bunga kesukaan Ibu yang sulit dicari di Indonesia: bunga seruni putih. Kenapa seruni? Dan kenapa harus putih?.” (Hal.3). Hal itu akan terjawab saat Nadira membaca buku harian sang Ibu saat menikah dengan sang Ayah.

Lazimnya romansa percintaan, Utara Bayu yang tak mampu menyatakan perasaan harus gigit jari saat Nadira menikah dengan Niko Yuliar, kemudian memilih menikah dengan wanita yang tidak dicintai. (Hal.231) Dan kisah teka-teki diakhiri pada ”At Pedder Bay”, setelah berpisah dari Niko Yuliar, Nadira menyadari perasaannya pada Utara Bayu. Pembacalah yang dapat memutuskan dalam imajinasi masing-masing akhir kisah Nadira.

Meski kesembilan cerita ini dibuat secara terpisah dengan rentang jeda yang cukup lama, pembaca tentu dapat melihat adanya keterkaitan antara masing-masing cerita. Seperti yang tertulis pada sampul belakang, ”Tewasnya Kemala kemudian mempengaruhi kehidupan Nadira sebagai seorang anaka (”Melukis langit”); seorang wartawan (”Tasbih”); seorang kekasih (”Ciuman Terpanjang”); seorang istri, hingga akhirnya membawa Nadira kepada sebuah penjelajahan ke dunia yang baru, dunia seksualitas yang tak pernah disentuhnya (”Kirana”).

Kisah dalam 9 dari Nadira mampu membangun sebuah kehidupan imajinatif bagi pembacanya, meski Leila, dalam pengantarnya, menyebutkan bahwa ini merupakan sembilan cerita pendek dan tertulis pada halaman akhir bahwa masing-masing cerita itu ditulis secara terpisah, tidak runtut, dan dalam jeda yang cukup panjang. Namun tidak lantas cerita yang sudah dirangkum alurnya ini kehilangan ruhnya.

ps : kado milad ke 22 dari seorang kawan berbagi buku. Makasih ya, Bang.. :-)

0 komentar: